EDARAN.ID – Aksi boikot produk pro Israel di Indonesia semakin meluas saat ini.
Hal tersebut berdampak pada penurunan penjualan produk yang diduga terafiliasi dengan Israel.
Bahkan berdasarkan data, penurunan penjualan produk yang diduga terafiliasi dengan Israel mencapai 45 persen.
Itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey.
“Transaksi produk itu berkurang 40-45%. Ini rata-rata untuk produk yg dikategorikan terafiliasi (Israel). Itu sudah terdampak 40-45%, ini yang kami hindari agar tidak berkepanjangan,” ucap Roy Mandey dalam Podcast Tolak Miskin ‘Goncangan Boikot Produk Pro Israel Mulai Terasa’.
Mayoritas produk yang terpengaruh ajakan boikot adalah produk fast-moving consumer goods (FMCG).
“Secara agregat, keseluruhan, kami melihat berkurang 15-20%. Itu penjualan retail,” sambungnya.
Ajakan untuk boikot produk pro Israel, kata dia, hingga saat ini belum berpengaruh bagi nasib karyawan di toko-toko retail.
Namun, jika gerakan boikot berlangsung dalam jangka waktu lama, maka industri manufaktur yang memproduksi barang-barang FMCG akan terkena imbas ajakan boikot.
Itu karena tingkat permintaan terhadap produk yang diduga terafiliasi Israel akan mengurangi produktivitas perusahaan tersebut.
Hal ini berpotensi menciptakan multiplier effect.
Seperti misalnya menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2023.
Itu akan berdampak pada efisiensi jumlah tenaga kerja alias pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Makanya kami mendorong pemerintah untuk terus mendukung diplomasi, perdamaian, dan misi kemanusiaan,” jelasnya
“Bila eskalasi (konflik) tidak menurun, maka setelah tiga bulan sudah ada efisiensi, termasuk efisiensi tenaga kerja. (pertumbuhan ekonomi) kuartal IV-2023 pasti lebih rendah lagi karena dampak ini,” lanjutnya.***