Market  

Bos Starbucks Ternyata Pernah Tinggal di Rumah Subsidi, Ayahnya Sopir Truk, Begini Kisahnya

Avatar
Eks CEO Starbucks, Howard Schultz.

EDARAN.ID – Kedai kopi asal Amerika Serikat (AS), Starbucks, masuk dalam daftar boikot.

Starbucks diboikot karena diduga sebagai salah satu produk pro Israel.

Belakangan ini, Starbucks menjadi pembicaraan.

Pasalnya, kedai kopi disebut merugi hingga ratusan miliar akibat dampak boikot.

Namun, tahukah Anda siapa yang membuat Starbucks hingga sebesar sekarang ini? Dia adalah Howard Schultz.

Howard Schultz merupakan mantan bos Starbucks, ia pernah menjabat sebagai CEO pada tahun 1987 hingga 2000.

Howard Schultz tidak terlahir dalam keadaan keluarga yang kaya, bahkan dia pernah tinggal di perumahan subsidi, saat dia kecil.

Ayahnya hanya sopir truk, pernah juga bekerja sebagai buruh pabrik, hingga sopir taksi.

BACA JUGA:  Terdampak Isu Boikot, McDonald's Malaysia Gugat BDS Rp 20,17 Miliar

“Keluarga kami tidak memiliki penghasilan, tidak ada asuransi kesehatan, tidak ada uang kompensasi,” tulis Howard Schultz dalam buku ‘Pour Your Heart Into It: How Starbucks Built a Company One Cup at a Time’.

Di usia 12 tahun, Howard Schultz harus bekerja untuk membantu kebutuhannya dan keluarga.

Termasuk kala itu ia rela menjadi loper koran. Tapi, dari hidup susah itulah mimpi Howard kecil tumbuh.

Usahanya tak sia-sia, Howard Schultz muda berhasil mendapatkan beasiswa berolahraga di Northern Michigan University.

Ia kemudian lulus sebagai sarjana komunikasi pada 1975 dan mulai menata kariernya.

Howard sempat bekerja sebagai sales dan marketing di Xerox selama tiga tahun setelah tamat kuliah.

BACA JUGA:  Tidak Masuk Daftar Boikot, ini 4 Merek Minyak Goreng Buatan Asli Anak Negeri

Setelah itu, ia menjadi vice president and general manager di Hammarplast, sebuah perusahaan peralatan rumah tangga asal Swedia.

Di tahun 1981, barulah Howard Schultz mulai mengenal Starbucks.

Yang saat mengunjungi kedai pertama perusahaan di Seattle.

Saat itu dirinya jatuh cinta dengan secangkir kopi Sumatra yang disajikan di kedai Starbuck.

Kemudian pada 1982 ia bergabung dengan Starbucks sebagai direktur operasi dan marketing.

Saat itu Starbucks baru memiliki empat kedai kopi.

Howars memutuskan pergi ke Italia pada 1983 lantaran kagum dengan salah satu toko kopi di Milan yang menjadi tempat orang-orang bertemu dan berbagi waktu bersama di luar rumah dan kantor.

BACA JUGA:  Masuk Daftar Boikot, Ternyata ini Pemilik Unilever dan Kaitannya dengan Israel

Pada saat itu juga, dia resmi meninggalkan Starbucks dan mulai merintis usaha kedainya II Giornale.

Berselang empat tahun atau pada 1987, dirinya pun mengambil alih Starbucks sebagai CEO.

Howard membeli kedai kopi itu dengan bantuan beberapa investor.

Di bawah kepemimpinannya, Starbucks menjadi perusahaan dengan pertumbuhan luar biasa.

Bahkan berkat kerja keras dan kepiawaiannya dalam memimpin perusahaan, hingga tahun 2000 Howard mampu menggandakan empat kedai Starbucks jadi 3.000 gerai di seluruh dunia.

Setelahnya jumlah gerai yang dimiliki perusahaan terus berganda hingga mencapai hampir 30.000 di seluruh dunia.***

Cek Berita dan Artikel Edaran.ID lainnya di Google News